Monday, 24 October 2011

Menegakkan Hukum dan Keadilan menurut Syariat Allah SWT


keadilan
keadilan

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hukum dan keadilan. Hal itu ditegaskan dalam al-Qur’an; “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? ” (QS. Al-Maidah, 5:50) .
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman; “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dariperbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (an-Nahl; 90)
Dalam ayat lain ditegaskan agar keadilan tetap ditegakkan dengan melawan segala kecenderungan menyimpang yang disebabkan oleh kebencian atau sebab-sebab lainnya.
Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebendanmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidakadil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekatkepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan“. (al-Maidah 5:8)

Konsep hukum dalam urusan-urusan privat dan kemasyarakan sangat kompleks, sehingga seorang hakim harus memiliki wawasan iuas dan ilmu-ilmu yang mendukungnya dalam memberikan keputusan hukum. Seorang hakim tidak boleh hanya bertumpu kepada bukti-bukti nyata dan kondisi krusial yang terjadi.
Namun lebih dari itu seorang hakim harus memutuskan sesuatu dengan pertimbangan firasat yang benar, dan tanda-tanda dan bantuan faktor-faktor lainnya sehingga kebenaran itu menjadi nyata dan boleh jadi dia menggunakan isyarat-isyarat dalam berhukum.

Seorang hakim bisa saja mengancam salah satu pihak dengan apa saja yang menurutnya berada pada pihak yang salah dan dalam posisi yang zalim, dan bertanya dengan pertanyaan yang beraneka ragam hingga kebenaran menjadi nyata.

Secara umum hakim harus memiliki dua bekal fikih; ilmu fikih tentang hukum-hukum kejadian dan perkara yang umum dan ilmu pengetahuan tentang kasus tertentu dan karakter-karakter manusia. Ilmu tentang karakter-karakter orang yang sedang bersengketa sangat penting untuk membedakan antara orang-orang yang benar dengan yang salah, dan orang-orang yang jujur dengan yang dusta.
Sehingga dengan demikian dia memutuskan hukuman atas kejadian dengan benardan sesuai dengan kenyataan dan tidak menempatkan keputusan hukum di luar kenyataan dan fakta yang terjadi.
Dan bila seorang hakim tidak memiliki pemahaman tentang isyarat-isyarat, tanda-tanda, bukti-bukti, kaitan-kaitan dan hubungan-hubungan kondisi dan perkataan tertentu, dan tidak memiliki pemahaman detail dan general tentang suatu masalah, maka pasti dia memutuskan keputusan hukum yang menghilangkan hak-hak orang dan pasti diketahui bahwa hukum itu batal dan tidak mendasar.

Renungkanlah bagaimana nabi Sulaiman memutuskan perkara antara dua orang wanita yang bersengketa tentang kepemilikan bayi. Pada awalnya Daud menghukumnya untuk yang besar. Maka Sulaiman berkata; ambillah pisau agar aku membelahnya bagi kalian berdua. Yang besar membolehkan hal itu, namun yang kecil berkata; “jangan anda lakukan hal itu, semoga Allah Swt. merahmatimu. la adalah anaknya”. Maka nabi Sulaiman memutuskan bahwa anak itu milik wanita yang kecil.

Lihatlah bagaimana Sulaiman melihat kaitan dan hubungan yang jelas dan tampak dari kasus ini. Beliau menjadikan bukti kerelaan wanita yang besar atas hal itu, dan ia benar-benar ingin melibatkan wanita yang kecil dalam kesedihannya disebabkan kehilangan anak.dan sikap wanita yang kecil menguatkan keputusannya ketika dia tidak rela dengan keputusan itu karena dia sangat sayang kepada anaknya dan rnerelakannya agar diasuh oleh wanita yang tua.

Hal itu merupakan tabiat yang diletakkan oleh Allah Swt. Dalam hati seorang ibu yang pasti menyayangi dan mencintai anaknya. Semua itu menunjukkan bahwa wanita yang kecillah yang sejatinya memiliki anak itu.
Hubungan dan kaitannya ini lebih diutamakan oleh Nabi Sulaiman dalam memutuskan perkara ini dibanding pengakuan langsung dari wanita yang iebih tua itu atau atas pengakuan wanita yang kecil ketikadia berkata; “…bahwa anak itu adalah anak wanita yang tua”. Karena bila pengakuan yang disebabkan oleh suatu hal yang memaksa dan diketahui oleh hakim, tidak boleh dijadikan sebagai bukti.

Oleh karena itu syariat tidak menganggap dan memperhitungkan pengakuan seorang yang sakit dan sakit tersebut adalah sakit yang membawanya kepada kematian bahwa harta bendanya adalah milik salah satu warisnya saja, karena pada saat itu dia berada dalam kondisi meragukan dan disandarkan kepada kemungkinan bahwa maksudnya untuk mengkhususkan waris itu sendiri dan tidak membangikannnya kepada ahli waris yang lain.

Menegakkan keadilan merupakan salah satu misi utama dari syariah. la berfungsi untuk menetapkan kebenaran dan menghapus kebatilan. Jadi siasat yang adil merupakan bagian dari syariat dan keputusan hukumnya.

Dalam banyak kasus yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, dengan mata telanjang kita menyaksikan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Orang yang mencuri semangka, kapas dan lain-lain yang dilakukan untuk menyambung hidup dan hanya berskala kecil dihukum berat dan diproses dengan cepat di pengadilan.
Namun kasus yang besar seperti korupsi pejabat publik, kasus bank Century dan lain-lain kita belum melihat keseriusan dan kesungguhan penegak hukum dalam memproses peradilannya. Inilah salah satu fenomena yang ditakutkan oleh Rasulullah saw. terjadi pada umatnya.
Disebutkan dalam riwayat Bukhori dan Muslim bahwa Rasulullah saw. bersabda; “Wahai manusia Sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah sikap mereka yang bila yang melakukan kejahatan mencuri adalah orang yang terpandang mereka membiarkannya (tidak menghukumnya). Namun bila yang mencuri di tengah mereka adalah orang yang lemah, maka mereka menegakkan hukum atasnya. Demi Allah SWT seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.”

Demikianlah Rasulullah saw. mencontohkan penegakan hukum dan keadilan, walaupun korbannya adalah putri beliau yang paling dicintainya. Mari kita hindarkan negeri ini dari kutukan dan azab dengan menegakkan hukum seadil-adilnya terhadap setiap orang yang bersalah dan melakukan kejahatan.
Renungkanlah firman Allah SWT berikut ini; “dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya“. (al-Anfal; 25).

Sumber: Ikadi Tafakkur Edisi 5 Th XI Februari 2010

No comments:

Post a Comment